Apakah dibolehkannya wanita keluar dari rumah..?
itu terbatas pada tempat-tempat
bekerja dan bersekolah, serta tempat- tempat yang baik (bermanfaat), ataukah
tidak terbatas pada tempat-tempat tersebut? Apakah wanita berhak untuk keluar
rumah guna menyaksikan hal-hal yang menjernihkan mata, seperti
pemandangan-pemandangan yang indah dan tempat-tempat rekreasi?
Wanita
boleh keluar dari rumah guna menikmati keindahan alam ke mana saja, dengan
syarat hendaklah tempat yang dituju bukan tempat syubhat, dan masalah ini
berlaku juga untuk pria sebagaimana berlalu untuk wanita.
Berada di
tempat-tempat yang mengundang kecurigaan (mawaqi' at-tuhmah) adalah hal yang
makruh, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Hendaklah wanita tidak berada di
tempat yang dapat memancing kepada penyimpangan, sebagai bentuk antisipasi
terhadap situasi-situasi yang sia-sia (tak berguna) yang menarik seseorang
melalui bisikan-bisikan nalurinya yang negatif.
Kalangan fukaha
berhati-hati dalam hal keluarnya wanita ke laut dan sungai untuk melihat
orang-orang lelaki yang berenang, karena itu mendorong nafsu seksual bagi
wanita. Hal yang sama juga berlaku bagi pria ketika melihat orang-orang
perempuan yang berenang. Oleh karena itu, sikap kehati-hatian ini ( at-tahaf
fudzh) bukan khusus bagi wanita di hadapan pria, namun juga berlaku kepada pria
sebagaimana berlaku kepada wanita. Apabila wanita dapat menjauhi keadaan-keadaan
yang menyebabkannya terjerembab dalam hal yang haram, maka ia bisa mengambil
kebebasannya untuk melakukan apa saja yang dikehendakinya.
Mengapa
wanita dilarang berjalan di belakang jenazah?
Wanita boleh berjalan
di belakang di jenazah, tetapi pelarangan itu dari sisi emosional, karena boleh
jadi ia (wanita) akan mengacaukan keadaan dengan teriakan, tangisan, dan
pemukulan (dada atau kepala) .Adapun jika ia berjalan di belakang jenazah secara
wajar (biasa), maka tidak ada masalah.
Pada saat wanita keluar ke
jalan, bagaimana cara jalannya, bicaranya dan gaya
penglihatannya?
Hendaklah wanita berjalan di luar rumah seperti
manusia lainnya yang ingin pergi ke tujuannya. Jalan raya bukanlah tempat untuk
mempertontonkan otot (unjuk gigi), dan bukan tempat untuk memamerkan kecantikan
atau keangkuhan dan kegenitan, namun ia adalah medan yang di dalamnya manusia
bergerak untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, dan hendaklah wanita berjalan di
dalamnya dengan jalan yang wajar (biasa) seperti manusia pada umumnya:
"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu [adalah] orang-orang yang
berjalan di atas bumi dengan rendah hati". ( QS. al-Furqan: 63 )
"Dan
sederhanalah kamu dalam berjalan." (QS. Luqman: 19)
"Dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi ini dengan sombong." (QS. al-Isra': 37)
Pesan-pesan (khitabat) ini tertuju kepada pria dan wanita secara sama.
Dan hendaklah ia melihat apa-apa yang di sekitarnya secara wajar dan tidak
menatap orang lain dengan tatapan yang mengundang bentuk ekspresi emosi seksual,
dan hendaklah ia berbicara dengan gaya pembicaraan yang lazim digunakan orang
dengan mengesampingkan ciri khas keberadaannya sebagai wanita. Ia harus
berbicara dengan cara yang wajar, yang pembicaraan di dalamnya merupakan sarana
untuk menyampaikan pesan tertentu kepada orang lain tanpa disertai pelembutan
dan pewarnaan (membumbui dengan hal yang tidak perlu-pent.), sehingga
pembicaraan tersebut keluar dari makna yang diungkapkannya dan menjadi unsur
perangsang yang ingin memikat orang lain. Jika hal ini diterapkan, maka ini
merupakan hal yang di dalamnya wanita dan pria bertemu dalam bingkai (suasana)
yang islami.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar